Rho Almaidani, 14 Maret 2021
Sembari menyeruput perlahan kopi panas instan racikan salah satu merek legendaris di negeriku ini,
ditambah sedikit ber-multi tasking memenuhi tuntutan pekerjaan,
di siang menjelang ashar itu,
akupun menikmati sebuah sajian menarik acara live streaming Ngopi Hitam milik Pusdiklat Keuangan Umum Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan melalui Youtube. Pada tayangan yang ke-32-nya, acara ini mengambil tema "GAME ON! Tumbuhkan Budaya Belajar dengan Gamification (Launching KC Fun Quest)". Menarik memang ketika hal-hal yang sebenarnya "sulit" dengan seketika bisa dibuat terasa menjadi lebih mudah karena bisa didesain untuk "dinikmati" dengan cara-cara yang menyenangkan.
Tapi bukan fokus ke konten acara tersebut yang akan kubicarakan di blog ini,
Sepintas pun kuteringat kembali dengan penggalan kisah lalu, kisah yang kalau kuceritakan juga akan menunjukkan seberapa lama kita sudah berada di bumi ini.
Sebagai anak "gedongan" di sebuah perkebunan karet swasta, tentu saja ada sebuah keuntungan yang kudapat tentang akses ke media informasi yang mungkin belum tentu bisa dinikmati banyak anak kecil seusiaku di masa itu. Paling tidak di lingkungan perkebunan waktu itu, istilah "anak gedong" dan "anak pondok" sangat santer berkumandang dan sudah menjadi semacam pembenaran informal atas strata sosial di kalangan masyarakat perkebunan di tempatku dibesarkan.
Bukan sesuatu yang terlalu pantas untuk kusyukuri juga mengingat ketimpangan sosial yang memang sangat luar biasa di masa itu, bahkan mungkin akan selalu ada sampai saat ini, ataupun kedepannya di negeriku yang masih selalu mendambakan kemakmuran dalam keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Dan suatu saat, bukan hal yang tidak mungkin cita-cita murni bangsaku ini akan segera terwujud, jika semua unsurnya mau memahaminya sebagai sebuah cita-cita bersama bangsa. Tetapi apa pun latar belakang diriku dibalik itu semua, tidak menjadi hal yang perlu disia-siakan juga.
Gamifikasi..
Walaupun sebagai anak "gedongan", tapi nasibku sebagai anak yang dididik dalam keluarga dengan disiplin tinggi juga membuatku tidak pernah merasakan perangkat game console yang dicoloklan langsung ke perangkat tv tabung berwarna dengan layar lebar di rumahku saat itu. Akhirnya bermain game seperti itupun hanya bisa dilakukan ketika alasan belajar kelompok bisa dianggap rasional oleh orang rumah. Ya.... ini mungkin awal kisah gamifikasi dalam belajar di zaman masa kecilku dulu ya, he.he... Mengatasnamakan belajar demi sekadar bermain game console yang sangat hebat di zamannya dan hanya tersedia di rumah temanku itu, proposal belajar kelompok pun beberapa kali diajukan. Bentuk kreativitas masa lalu yang tidak dimiliki anak-anak era digital saat ini.
Anak di zaman sekarang mungkin sudah teralihkan kecanggihan perangkat yang ada dalam genggamannya. Perangkat game console bukan lagi satu-satunya cara menikmati sebuah permainan digital yang canggih. Dalam perangkat yang digenggam atau sering dikenal dengan telepon pintar (smartphone) itu, ada puluhan ribu bahkan lebih untuk menentukan hiburan dalam bentuk game apa yang mau dimainkan. Seringkali memang didesain bersifat adiktif, lalu pada akhirnya ada banyak hal yang harus dikorbankan tanpa sadar demi sebuah kesenangan dunia maya tersebut.
Celah adiktif ini dimanfaatkan juga oleh banyak kalangan pengembang game untuk misi menyisipkan pesan-pesan informasi yang bisa menguntungkan pihak tertentu. Pesan informasi itu didesain untuk bisa diterima tanpa disadari oleh para "player". Kemudian muncullah istilah gamifikasi. Merujuk ke definisi yang ada di wikipedia, Gamifikasi (gamification) adalah penggunaan dari teknik desain permainan, permainan berpikir dan permainan mekanik untuk meningkatkan non-game konteks. Biasanya gamifikasi berlaku untuk non-game aplikasi dan proses, untuk mendorong orang untuk mengadopsi mereka, atau untuk mempengaruhi bagaimana mereka digunakan.
Kebutuhan gamifikasi saat ini juga sudah seperti sebuah pilihan wajib yang harus ada dalam sistem pemasaran. Hampir semua aplikasi belanja online saat ini misalnya, sudah menyisipkan banyak fitur game yang secara tidak sadar membuat "player" membuka aplikasi setiap hari atau malah tidak sedikit kemudian yang rela mengeluarkan rupiahnya untuk mendapat "kelebihan" yang ditawarkan. Gamifikasi bisa menjadi pembawa misi peradaban dan kebudayaan baru. Atau sekadar menjadi tools untuk menyampaikan kritik-kritik sosial. Dan untuk keperluan lainnya yang intinya tidak jauh sebagai tools untuk menyebarkan informasi.
Menyinggung sedikit KC Fun Quest milik Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang baru di-launching tersebut, misinya tentu menyebarkan informasi berupa pengetahuan (knowledge) melalui gamifikasi. Sebuah langkah adopsi teknologi baru untuk mengimbangi tuntutan kemajuan zaman.
Interaktif..
Pada intinya sebuah game memang didesain untuk adanya interaksi dari "player". Dalam zaman industri digital 4.0 ini, istilah interaktif sudah bukan hal "asing". Jaringan internet yang saat ini pengaplikasiannya sudah menggunakan jaringan fiber dan juga sinyal yang mulai mengarah ke generasi 5G, tentu hal ini bukan isu yang rumit untuk diaplikasikan lagi.
Hal ini yang kemudian membuatku teringat selintas kisah lalu kembali. Teringat sebuah game interaktif multiplayer pertama yang hanya baru bisa dinikmati dengan jumlah multiplayer sangat terbatas menggunakan jalur kabel tembaga dan sinyal UHF ataupun yang dipancarkan melalui satelit. Kendali game ini pun memanfaatkan tombol-tombol telepon rumahan. Hal ini terjadi sebelum era internet yang diawali Telkom dengan Telkomnet Instan-nya yang menawarkan akses 64 kbps melalui jalur kabel tembaga RJ-11, hiburan-hiburan jarak jauh hanya bisa dinikmati melalui line telepon RJ-11 ini. Tidak bisa terbayang seberapa nge-lag-nya games multiplayer jika dimainkan di zaman tersebut. He.he..
Pada zaman-zaman awal itu, sekitar pertengahan tahun 90'an, muncullah sebuah televisi swasta baru yang membawa banyak perubahan dalam dunia hiburan. Salah satu yang menarik perhatianku dari kehadiran televisi swasta ini adalah munculnya suatu siaran yang tayang sekitar jam 1 siang sampai dengan siaran televisi itu dibuka pada sore harinya. Kulupa apa nama siaran tersebut, bahkan ketika browsing melalui Google, juga tidak menemukan jawaban yang memuaskan kecuali hanya satu komentar singkat dalam diskusi di salah satu forum legendaris di Indonesia yang menunjukkan keyakinanku bahwa ternyata eksistensi game itu memang benar adanya, he.he...
Sebenarnya trigger ingatanku ini muncul setelah lagu "Gangsta Paradise" muncul di playlist Spotify-ku beberapa waktu setelah mendengarkan acara ngopi hitam yang kuceritakan sebelumnya di atas. Pada saat lagu ini berputar, maka teringatlah diriku pada suara "host" siaran game tersebut yang memperingatkan para "player" bahwa "musuh" sudah keluar dari sarangnya, kemudian lagu "Gangsta Paradise" pun diputar sebagai backsound-nya. Hanya saja waktu itu bersama kakakku, yang beberapa kali ingin mencoba game ini, selalu terhenti karena saluran sibuk atau terlalu lama menunggu di waiting list. Game interaktif mahal berdesain seperti game "Pacman" dengan koneksi jarak jauh terbatas di masa itu, ya maklum sajalah, jika sangat sulit untuk mencobanya.
Lalu..
Mengakhiri coretanku kali ini,
gamifikasi memang telah menjadi salah satu tools yang seharusnya ada dalam metode penyebaran informasi saat ini, bahkan dalam sosialisasi peraturan, kebijakan, dll., gamifikasi sebaiknya dipertimbangkan untuk selalu disertakan; dan
sebagai bagian kisah awal sebuah game interaktif di Indonesia, sepertinya belum ada yang mencantumkan siaran game interaktif pada televisi swasta yang kusaksikan di pertengahan tahun 90'an itu sebagai bagian dari sejarahnya. Entah karena alasan apa, tapi akupun belum menemukan sebuah referensi yang mengupas dengan lengkap tentang hal ini.